Jumat, 23 Desember 2011

eksploitasi hutan kalimantan

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Menurut undang-undang nomor 41 tahun 1999 hutan merupakan suatu kawasan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungan, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Hutan sebagai sekumpulan ekosistem dimana saling berhubungan erat antara hutan dan lingkungan baik itu berupa pepohonan, benda-benda hayati dan non hayati, lingkungan pendukung (jasa) dimana semua yang ada diatas selalu saling berhubungan dan saling mempengaruhi. Hutan secara keseluruhan merupakan kumpulan hidup alam hayati beserta alam lingkungannya. Keanekaragaman hayati dalam suatu kawasan hutan alam terdapat beragam jenis pepohonan, umur yang beragam dan tingkat kerapatan yang tidak teratur dan pertumbuhan.
Kerusakan hutan (deforestasi) masih tetap menjadi ancaman di Indonesia. Menurut data laju deforestasi (kerusakan hutan) periode 2003-2006 yang dikeluarkan oleh Departemen Kehutanan, laju deforestasi di Indonesia mencapai 1,17 juta hektar pertahun. Bahkan kalau menilik data yang dikeluarkan oleh State of the World’s Forests 2007 yang dikeluarkan The UN Food & Agriculture Organization (FAO), angka deforestasi Indonesia pada periode 2000-2005 1,8 juta hektar/tahun. Laju deforestasi hutan di Indonesia ini membuat Guiness Book of The Record memberikan ‘gelar kehormatan’ bagi Indonesia sebagai negara dengan daya rusak hutan tercepat di dunia.
Dari total luas hutan di Indonesia yang mencapai 180 juta hektar, menurut Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan (Menteri Kehutanan sebelumnya menyebutkan angka 135 juta hektar) sebanyak 21 persen atau setara dengan 26 juta hektar telah dijarah total sehingga tidak memiliki tegakan pohon lagi. Artinya, 26 juta hektar hutan di Indonesia telah musnah. Selain itu, 25 persen lainnya atau setara dengan 48 juta hektar juga mengalami deforestasi dan dalam kondisi rusak akibat bekas area HPH (hak penguasaan hutan). Dari total luas hutan di Indonesia hanya sekitar 23 persen atau setara dengan 43 juta hektar saja yang masih terbebas dari deforestasi (kerusakan hutan) sehingga masih terjaga dan berupa hutan primer.
Di Indonesia berdasarkan hasil penafsiran citra landsat tahun 2000 terdapat 101,73 juta hektar hutan dan lahan rusak, diantaranya seluas 59,62 juta hektar berada dalam kawasan hutan. Pada abad ke-16 sampai pertengahan abad ke-18, hutan alam di Jawa diperkirakan masih sekitar 9 juta hektar. Pada akhir tahun 1980-an, tutupan hutan alam di Jawa hanya tinggal 0,97 juta hektar atau 7 persen dari luas total Pulau Jawa. Saat ini, penutupan lahan di pulau Jawa tinggal 4 %. Pulau Jawa sejak tahun 1995 telah mengalami defisit air sebanyak 32,3 miliar meter kubik setiap tahunnya.
Eksploitasi sumber daya alam secara berlebih-lebihan tanpa memperhatikan aspek peran dan fungsi alam ini terhadap lingkungan dapat mendatangkan berbagai macam bencana alam seperti tanah longsor, banjir, kabut asap, pemanasan global hingga bencana lumpur panas Sidoarjo yang sangat merugikan masyarakat. Bencana tanah longsor disebabkan oleh penggundulan yang dilakukan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab terhadap kelestarian hutan. Ketika hutan dalam keadaan gundul maka formasi tanah akan menjadi larut dan menggelincir diatas bidang licin pada saat terjadi hujan. Sehingga bencana banjir yang disertai tanah longsor tidak dapat dihindarkan lagi.
Bencana banjir yang selalu terjadi setiap tahun hampir di seluruh wilayah Indonesia disebabkan oleh polah tingkah manusia yang suka membuang sampah sembarangan yang mengakibatkan rusaknya tata guna lahan dan air. Tata guna lahan dan air menyebabkan laju erosi dan frekuensi banjir meningkat. Eksploitasi hutan di daerah hulu dapat menghilangkan fungsi hutan di daerah hulu sebagai penutup lahan terhadap tumpahan air hujan dan penghambat kecepatan aliran permukaan juga dapat menyebabkan banjir. Pembangunan dan penataan sarana-sarana fisik yang tidak teratur dan pengguanaan lahan yang tidak seimbang di kota-kota besar seperti Jakarta merupakan salah saru sebab ibu kota negara ini tidak pernah absen dari bencana banjir. Contoh: Tidak diperhatikannya aspek drainase, banyaknya bangunan di bantaran sungai, berubahnya fungsi lahan dan lain-lain.
Kelangkaan minyak tanah yang kerap mendera penduduk di berbagai daerah akhir-akhir ini dikhawatirkan memacu penduduk untuk menggunakan kayu bakar dan menebang pohon tanaman keras. Jika itu terjadi, kerusakan sumber air (mata air) akan semakin cepat. Setiap tahun rata-rata sekitar 300 mata air mati akibat penebangan terprogram (hutan produksi) maupun penebangan tanaman keras milik penduduk. Di lain pihak, penduduk yang di lahannya terdapat sumber air tidak pernah memperoleh kompensasi sebagai ganti atas kesediaannya untuk tidak menebangi pohonnya. kesulitan penduduk memperoleh minyak tanah berdampak pada peningkatan penggunaan kayu bakar. Penduduk di daerah pedesaan yang jauh dari pangkalan minyak tanah memilih menebang pohon untuk kayu bakar.
1.2. Rumusan Masalah
Hutan merupakan kawasan ekosistem yang memiliki sumber daya alam hayati yang sangat besar. Oleh karena itu kondisi kelestariannya perlu dijaga oleh setiap umat manusia agar tercipta keseimbangan kehidupan
1.3. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini yaitu untuk mengetahui dan mengkomunikasikan dampak yang dapat terjadi terhadap eksploitasi hutan.


BAB II
ISI

Banyak sekali eksploitasi sumber daya alam yang membawa dampak terhadap kehidupan. Segala kegiatan pembangunan yang berlangsung diharapkan tidak hanya mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat, tetapi juga harus mampu menjaga kelestarian sumber daya alam. Sehingga alam tidak akan kehilangan fungsinya sebagai pengendali keseimbangan kehidupan. Oleh karena itu setiap pembangunan yang dilakukan harus berwawasan lingkungan mengenalisis mengenai dampak lingkungan yang akan terjadi.
Kalimantan merupakan salah satu daerah yang memiliki hutan alam terbesar. Pada tahun 2007, dalam buku laporan State of the World's Forests, FAO (Food and Agricultural Organization) menempatkan Indonesia di urutan ke-8 dari sepuluh negara dengan luas hutan alam terbesar di dunia. Tetapi laju kerusakan hutan di Indonesia mencapai 1,87 juta hektar dalam kurun waktu 2000 - 2005, mengakibatkan Indonesia menempati peringkat ke-2 dari sepuluh negara, dengan laju kerusakan tertinggi dunia.
Kebijakan otonomi daerah sudah berlangsung selama sepuluh tahun. Pemerintah daerah mendapat kewenangan yang lebih luas mengelola sumber daya alam yang dimilikinya. Hanya saja tidak semua Peme¬rintah Daerah mampu mengelola sumber daya alam dengan baik. Misalnya, dalam pengelolaan hutan. Berdasarkan kajian Kementerian Kehutanan (Kemenhut) kerusakan di empat provinsi di Kalimantan diperkirakan mencapai Rp 241 triliun. Data ini me¬ru¬pakan data kerusakan lingkungan komulatif selama oto¬nomi dae¬rah. Sebab, ternyata dae¬rah yang seharusnya mengelola, malah tidak melakukannya. Bila sebelumnya yang marak kasus penebangan liar, maka saat ini kasus yang marak adalah kasus pembukaan hutan dan penambangan liar (illegal mining). Sedi¬kitnya ada sekitar 2.000 kasus pem¬bukaan hutan dan penam¬bang¬an liar (illegal mining) yang terjadi di Indonesia. Yang paling banyak terjadi itu di Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Selatan.
Berda¬sarkan data yang Kemenhut mi¬liki, perusakan hutan yang terjadi di wilayah Kalimantan Tengah mencapai lebih dari 7,5 juta hektar. Rinciannya, kasus penge¬rusa¬kan perkebunan sekitar 282 kasus dengan luas lebih dari 3,3 juta hektar, dan kasus kerusakan akibat pertambangan liar mencapai 629 kasus dengan luas lebih dari 3,5 juta hektar. “Kemenhut mem-perkirakan kerugian akibat masalah ini adalah sekitar Rp 158,5 triliun.
Di Provinsi Kalimantan Timur, Kemenhut mencatat kerusakan wilayah hutan hingga 1,4 juta hektar. Untuk areal perke¬bu¬nan mencapai lebih 86 kasus dari 720 ribu hektar. Kemudian wila¬yah yang rusak akibat dijadikan daerah pertambangan ada 223 kasus dengan wilayah kerusakan mencapai 774 ribu hektar. Total perkiraan kerugian negara men¬capai Rp 31,5 triliun.
Di Kalimantan Barat, kerusa¬kan yang terjadi mencapai 2,2 juta hektar, dengan luas wilayah yang rusak akibat digunakan untuk daerah perkebunan mencapai lebih dari 2,1 juta hektar akibat 169 kasus perusakan. Untuk per¬tambangan Kemenhut mencatat ada 384 kasus, dengan daerah yang rusak mencapai 3,6 juta hektar, dengan total kerugian ne¬gara mencapai Rp 47,5 triliun.
Kerusakan hutan di Provinsi Kali¬mantan Selatan lebih dari 215 ribu hektar, 20 kasus pembukaan untuk perkebunan dengan wila¬yah yang rusak lebih dari 76 ribu hektar. 101 kasus pertambangan merusakkan 138 ribu hektar. Total kerugiannya mencapai sekitar Rp 3,5 triliun. Darori menyakini, kerusakan empat provinsi di Kalimantan itu lebih besar daripada di daerah lain. “Kunci paling besar Kali¬man¬tan. Sumatera sudah lama bangun perkebunan, jadi sudah sedikit wilayah yang ada. Sementara untuk Indonesia bagian ti¬mur banyaknya digunakan un¬tuk pertambangan.
Tabel 1. Laju kerusakan hutan Indonesia
Tahun Laju kerusakan ( juta ha per tahun )
1985 – 1998 1,6
2000 3,8
2004 2,4
2005 2,8
2006 1,9

Sumber data : harian media Indonesia/ sabtu, 17 november 2007
Tabel 2. Luas daratan dan hutan berdasarkan pulau
Pulau Daratan ( Ha ) Hutan ( Ha ) % hutan terhadap daratan % terhadap total hutan Indonesia
Sumatera 48.179.300 22.736.106 47,2 18,4
Jawa 12.749.900 3.039.979 23,8 2,5
Bali-Nusa Tenggara 7.313.500 2.692.351 36,8 2,2
Kalimantan 54.792.100 36.217.838 66,1 29,3
Sulawesi 19.180.000 11.738.280 61,2 9,5
Maluku 7.787.100 7.146.109 91,8 5,8
Papua 42.198.100 40.546.360 96,1 32,8
Indonesia 192.200.000
123.459.514 64,2 100,0

Sumber data : harian media Indonesia/ sabtu, 17 november 2007




Tabel 3. Persentase tutupan hutan di Negara asia tenggara dan beberapa Negara lainnya
Negara 1990 2000 2005
Bhutan 64,6 66,8 68,0
Papua nugini 69,6 66,5 65,0
Malaysia 68,1 65,7 63,6
Kamboja 73,3 65,4 59,2
Brazil 62,2 59,0 57,2
Brunei Darussalam 59,4 54,6 52,8
Myanmar 59,6 52,5 49,0
Indonesia 64,3 54,0 48,8
Thailand 31,2 29,0 28,4
Filipina 35,5 26,7 24,0
China 16,8 19,0 21,2
Singapura 3,4 3,4 3,4
Sumber data: Litbang Media Group

Laju deforestasi hutan di Indonesia paling besar disumbang oleh kegiatan industri, terutama industri kayu, yang telah menyalahgunakan HPH yang diberikan sehingga mengarah pada pembalakan liar. Penebangan hutan di Indonesia mencapai 40 juta meter kubik setahun, sedangkan laju penebangan yang sustainable (lestari berkelanjutan) sebagaimana direkomendasikan oleh Departemen Kehutanan menurut World Bank adalah 22 juta kubik meter setahun.
Penyebab deforestasi terbesar kedua di Indonesia, disumbang oleh pengalihan fungsi hutan (konversi hutan) menjadi perkebunan. Konversi hutan menjadi area perkebunan (seperti kelapa sawit), telah merusak lebih dari 7 juta ha hutan sampai akhir 1997.
Deforestasi (kerusakan hutan) memberikan dampak yang signifikan bagi masyarakat dan lingkungan alam di Indonesia. Kegiatan penebangan yang mengesampingkan konversi hutan mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan yang pada akhirnya meningkatkan peristiwa bencana alam, seperti tanah longsor dan banjir. Dampak buruk lain akibat kerusakan hutan adalah terancamnya kelestarian satwa dan flora di Indonesia utamanya flora dan fauna endemik. Satwa-satwa endemik yang semakin terancam kepunahan akibat deforestasi hutan misalnya lutung jawa (Trachypithecus auratus), dan merak (Pavo muticus), owa jawa (Hylobates moloch), macan tutul (Panthera pardus), elang jawa (Spizaetus bartelsi), merpati hutan perak (Columba argentina), dan gajah sumatera (Elephant maximus sumatranus).

2 komentar:

  1. youtube - Viral Videos | vidgencia.com
    youtube - Viral Videos - Vidgencia.com · Watch Viral youtube mp3 Videos. · Watch Viral Videos · Viral Videos on Vidgencia.com · Stream Viral Videos

    BalasHapus
  2. JTech Casino Hotel Las Vegas - JT Hub
    JT 군포 출장안마 JTech Hotel Las 충주 출장샵 Vegas 제천 출장샵 is a 5-star property in Las Vegas that features 5 restaurants, live entertainment 거제 출장안마 and a seasonal 세종특별자치 출장샵 outdoor pool.

    BalasHapus